Senin, 06 Januari 2014

Kenaikan gas elpiji pengalihan isu suntikan modal Bank Mutiara?

Kenaikan gas elpiji pengalihan isu suntikan modal Bank Mutiara?


Kenaikan gas elpiji pengalihan isu suntikan modal Bank Mutiara?

Merdeka.com - Dalam sepekan terakhir, perhatian masyarakat terfokus pada kebijakan kenaikan harga gas elpiji 12 Kg. Beberapa pihak melihat, drama naik turunnya harga elpiji 12 Kg disebut-sebut sebagai bentuk pengalihan isu saja.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio curiga, kebijakan kenaikan harga gas elpiji merupakan skenario pemerintah mengalihkan kasus yang lain. Salah satu kasus yang sebelumnya sempat panas dan menyita perhatian publik adalah keputusan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyuntikkan modal ke Eks Bank Century atau yang kini bernama Bank Mutiara .
"Bisa saja kalau dikaitkan semua untuk pengalihan isu. Karena ini sudah seperti opera sabun yang dimainkan pemerintah," ucap Agus ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Selasa (7/1).
Seperti kita ketahui, di akhir tahun lalu, LPS memberikan tambahan modal ke Bank Mutiara (eks Bank Century) sebesar Rp 1,24 triliun. Pencairan dana penyertaan modal sementara (PMS) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ke Bank Mutiara berpotensi menimbulkan masalah hukum. Pencairan itu bertentangan dengan UU No. 24/2004 tentang LPS.
Berdasarkan pasal 42 UU No. 24/2004, LPS hanya diwajibkan menjual seluruh saham Bank Mutiara dengan harga minimal sesuai PMS paling lama lima tahun sejak diambil alih. Masa satu tahun berikutnya, LPS bisa menjualnya dengan harga di bawah PMS.
Dengan kata lain, LPS tidak punya opsi untuk menambah modal Bank Mutiara . "Dengan demikian tindakan LPS menyetor kembali modal Rp 1,249 triliun berpotensi melanggar undang-undang," kata sumber merdeka.com, Selasa (24/12)
Dari penilaian Agus, 'sandiwara' yang dimainkan pemerintah terlihat jelas. Mulai dari ketidaktahuan Menteri ESDM Jero Wacik hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kebijakan kenaikan harga elpiji 12 Kg.
"Dalam UU BUMN itu keputusan diambil majelis tertinggi RUPS. Dalam RUPS ada Menteri BUMN dan minimal deputi. Tapi mereka tidak akan langsung eksekusi karena regulator di Menteri ESDM, kemudian ESDM pasti lapor ke Menko Perekonomian dan akhirnya ke presiden," katanya.
Perilaku pemerintah dinilai sangat tidak layak ditampilkan ke publik lantaran hanya memberikan kesan pembodohan kepada masyarakat.
"Ini cuma opera sabun dan pembodohan masyarakat. Harusnya urus alternatif energi dan jangan impor," tutupnya.
merdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar