Rabu, 01 Januari 2014

(Early Warning) Runtuhnya Indonesia; Target “Asing” Pemilu 2014 dan 2019, Perang 2020-2030 (Bag 2)

Lanjutan dari Bag 1

Kanan vs Kiri
Pemberitaan mengenai Amerika Serikat yang dalam kondisi ‘Shut Down’ telah mengguncang dunia Internasional; pada saat bersamaan pertumbuhan China dalam segala aspek juga telah menarik perhatian dunia Internasional. Kedua kondisi diatas telah membuat terjadinya pergeseran hegemoni, salah satunya di kawasan Asia-Pasifik, saat ini dunia sedang mencari titik keseimbangan baru.
China mulai menunjukan eksistensinya selama 1 (satu) dekade terakhir dan akan terus meningkat pada dekade-dekade mendatang, terutama pada wilayah Laut China Selatan, klaim wilayah oleh China berdasarkan 9 garis putus-putus perbatasan kuno yang memasukan hampir semua wilayah Laut China Selatan sampai ke perairan Natuna bukanlah sebuah wacana, hal ini paling berpotensi besar kearah konflik antar Negara yang luar biasa besar, Indonesia dengan posisi strategisnya hampir dapat dipastikan akan terseret masuk ke konflik kawasan.
138477552048648573
Manuver militer China sudah mulai menunjukan kearah konflik besar dan melebar seperti beberapa rentetan kejadian berikut:
  • 2009: Kapal selam bertenaga nuklir milik AL China berlayar dalam parade di perairan Qintao, China, 23 April 2009. Hampir semua Negara Asia yang memilki garis pantai memperkuat armada kapal selam mereka di tengah memanasnya sengketa wilayah, salah satunya Laut China Selatan.http://hankam.kompasiana.com/2012/04/08/sengketa-laut-china-selatan-perlombaan-di-lautan-453430.html

  • 2010: awal bulan Juli 2010 Angkatan Laut China mengadakan latihan pendaratan di dekat Pulau Natuna dengan menggunakan kapal pendarat kelas Yuyi.http://hankam.kompasiana.com/2010/07/29/antisipasi-terhadap-klaim-china-atas-kepulauan-natuna-209631.html

  • 2011: Sengketa antara Filipina dan China atas klaim yang bertentangan terhadap Kepulauan Spratly meningkat pada tahun 2011, juru bicara Pemerintah Filipina mulai menyebut seluruh kawasan laut tersebut sebagai Laut Filipina Barat. Dalam layanan Administrasi Atmosferik, Geofisika, dan Astronomik Filipina (PAGASA) bersikukuh bahwa kawasan tersebut akan selalu disebut sebagai Laut Filipina.

  • 2012: China pamer kekuatan, Perdana Menteri Wen Jiabao menggambarkan pengerahan kapal yang mempunyai panjang 300 meter tersebut menunjukkan ‘keperkasaan dan kekuatan yang besar”. Berlayarnya kapal tersebut berlangsung di tengah ketegangan China dengan Jepang dan Filipina serta sejumlah Negara lainnya terkait dengan konflik teritorial di kawasan.http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2012-09-26/china-pamer-kekuatan-hadapi-ketegangan-di-kawasan/1020916

  • 2013: Sebuah kapal perusak AS akan bergabung dengan kapal Angkatan Laut Filipina, untuk latihan perang mulai Kamis (27/6/2013) dekat daerah yang diklaim China di Laut China Selatan. Manuver itu, menambah ketegangan dengan China soal klaim teritorial. http://international.sindonews.com/read/2013/06/27/40/754638/manuver-filipina-as-picu-ketegangan-dengan-china

  • Kemarahan Taiwan atas Filipina terkait penembakan nelayannya pekan lalu masih berlanjut. Hari ini Taiwan menggelar latihan perang dekat perbatasan maritim Filipina. http://dunia.news.viva.co.id/news/read/413297-marah-dengan-filipina–taiwan-gelar-latihan-perang
Ketegangan ini dipertajam dengan rencana Amerika Serikat yang akan pindah fokus dari Timur Tengah ke Asia-Pasifik pada tahun 2020 dengan menempatkan 60% kekuatan Angkatan Laut di wilayah Asia-Pasifik, melalui pernyataan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon. E. Panetta disampaikan bahwa rencana tersebut tidak terkait dengan usaha membendung kekuatan China di Asia-Pasifik. Akan tetapi langkah tersebut setidaknya membuat Pemerintah Indonesia ketar-ketir, melalui Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan kekhawatirkan dan menegaskan bahwa Indonesia berada pada posisi tidak baik yaitu memilih diantara 2 (dua) kekuatan; Amerika Serikat dan China.
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/03/118407929/60-Persen-Kapal-Perang-AS-di-Asia-Pasifik-2020
Kondisi Amerika Serikat yang sedang carut marut; menjadi semacam anti klimaks dari peran sentral Amerika Serikat di kancah Internasional, laju pertumbuhan China yang belum terlihat akan berhenti; cepat atau lambat akan mulai mengimbangi bahkan sangat mungkin melewati kekuatan dan pengaruh Amerika Serikat dan hal ini sangat disadari oleh China dan pihak lainnya, baik yang berseberangan maupun beraliansi.
Dari postur kekuatan perang, berdasarkan peringkat yang dirilis oleh Global Fire Power 2013, Amerika Serikat masih menduduki peringkat pertama dengan index 0.2475 sedangkan China pada peringkat ketiga dengan index 0.3351. Dengan memanfaatkan momentum saat ini maka China akan mulai mengejar untuk bersanding sejajar dengan Amerika Serikat, terlihat pada nilai belanja militer, China bercokol membayangi Amerika Serikat pada urutan kedua; nilai belanja militer China akan terus membesar dan Amerika Serikat justru akan mengecil atau stagnan kalaupun bertambah, nilainya tidak akan signifikan:
15 Negara dengan belanja militer terbesar (Dalam Milyar $ USD):
1. Amerika Serikat (682)
2. China (166)
3. Rusia (90,7)
4. Inggris (60,8)
5. Jepang (59,3)
6. Perancis (58,9)
7. Saudi Arabia (56,7)
8. India (46,1)
9. Jerman (45,8)
10. Italia (34,0)
11. Brasil (33,1)
12. Korea Selatan (31,7)
13. Australia (26.2)
14. Kanada (22,5)
15. Turki (18.2)
…… Indonesia (8.3)
Dengan kondisi dunia seperti saat ini, penulis meyakini waktu 6 tahun (2014-2020) sangatlah cukup bagi China mengejar posisi Amerika Serikat setidaknya untuk mengimbangi kekuatan dan pengaruh pada kawasan Asia Pasifik. Hal ini tentunya membuat Amerika Serikat dalam posisi mewaspadai; dan juga Negara-Negara di kawasan terutama yang bersengketa langsung dengan China mulai menyusun strategi perang.
Indonesia yang berdasarkan peringkat kekuatan berada pada posisi 15, sebaiknya tidak terlena karena bila dilihat dari belanja militer Indonesia yang hanya 8 Milyar USD sangatlah tidak berarti; 1/20 belanja militer China, 1/85 belanja militer Amerika Serikat bahkan apabila Indonesia meningkatkan belanja militer 2 (dua) kali lipat menjadi sebesar 16 Milyar USD posisi tersebut masih dibawah belanja militer Turki yang berada di urutan 15, dan harus disadari walaupun target Minimum Essential Force (MEF) akan tercapai pada tahun 2019 seperti yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro, kondisi ini masih cukup memprihatinkan mengingat potensi ancaman besar dan nyata akan dihadapi dalam kurun waktu dekat.

Berlanjut ke Bag 3

0 komentar:

Posting Komentar