Bantul - Berbuka puasa dengan menu bubur di Masjid Sabiilurrosyaad (masjid peninggalan Panembahan Bodho) di Kauman, Wijirejo, Pandak, Bantul, DI Yogyakarta selalu ditunggu warga pada bulan Ramadan. Pasalnya, takjil dengan menu khas bubur sayur lodeh ini merupakan peninggalan dari para wali.
Panembahan Bodho merupakan murid dari Sunan Kalijaga yang bernama asli Raden Trenggono yakni Adipati Terung III (abad 15 M) dan merupakan ulama besar. Dan Masjid Sabiilurrosyaad di Bantul ini dibangun oleh Panembahan Bodho pada awal abad ke-15.
Takjil bubur di Masjid Sabiilurrosyaad (Foto: Edzan Raharjo/detikcom) |
Tradisi berbuka dengan menu khas bubur sejak masa Panembahan Bodho hingga sekarang masih dilestarikan. Pada setiap Jumat sore, ratusan warga mendatangi masjid peninggalan Panembahan Bodho untuk berbuka puasa dengan menu takjil bubur sayur lodeh. Sementara untuk hari selain Jumat juga tetap diadakan berbuka dengan menu bubur, namun yang datang hanya anak-anak.
Para ibu-ibu bergotong royong menyiapkan sajian berbuka dengan menu bubur ini. Setidaknya, pada setiap hari Jumat warga yang hadir untuk berbuka mencapai 500-an orang.
Takjil bubur di Masjid Sabiilurrosyaad (Foto: Edzan Raharjo/detikcom) |
"Rasanya gurih, nikmat, baik untuk pencernaan. Kalau hari Jumat saya ke sini sama anak, sama cucu," kata salah satu warga, Warsini (48) di Masjid Sabiilurrosyaad, Kauman, Wijirejo, Pandak, Bantul, Jumat (10/6/2016).
Sekretaris takmir Masjid Sabiilurrosyaad, Hariyadi, mengatakan berbuka puasa di masjid tersebut tidak sekedar takjil dengan bubur. Namun ada makna dan pesan-pesan yang diyakini dari pendiri masjid yakni Panembahan Bodho.
Takjil bubur di Masjid Sabiilurrosyaad (Foto: Edzan Raharjo/detikcom) |
Bubur berasal dari kata bibirin yakni hal yang bagus. Artinya bahwa di masjid ini (masjid peninggalan Panembahan Bodho) tidak hanya sekedar mendapatkan bubur yang dimakan, tapi suatu hal yang bagus atau bibirin. Kedua, berasal dari kata beber, artinya di masjid ini juga akan dibeberkan, dijelaskan ajaran agama Islam. Ketiga, babar sama halnya dengan bubur yang efektif bisa babar untuk orang banyak, yakni ajaran agama Islam itu juga harus babar bisa berlaku untuk semua kalangan tua, muda, besar, kecil. Keempat, bubur artinya menyatu, harapannya di masjid ini ajaran agama Islam bisa menyatu dengan masyarakat atau umatnya.
"Menu pokoknya bubur sayur lodeh tahu dan tempe. Ini kita lestarikan, kita uri-uri kebudayaan. kedua, pesan atau ajaran itu lebih mengena dengan simbol-simbol. Kita mewarisi ajaran Panembahan Bodho, dengan simbol bubur yang syarat makna," kata Hariyadi.
Takjil bubur di Masjid Sabiilurrosyaad (Foto: Edzan Raharjo/detikcom) |
Tradisi berbuka dengan menu bubur sayur lodeh pernah berhenti pada masa G 30 S PKI. Pada masa itu masa yang sangat sulit dan harga pangan yang mahal.
Panembahan Bodho yang merupakan murid dari Sunan Kalijaga ini lebih memilih mengutamakan menyiarkan agama Islam dan menolak jabatan Adipati. Oleh karena itu, dia sering disebut Bodho (Bodoh). Dia bergelar Panembahan karena merupakan tokoh yang disegani dan dianggap sesepuh pendahulu dari Raja Panembahan Senopati Sultan Mataram dan kemudian diberi tanah perdikan bekas kekuasaan Mangir yang mempunyai wilayah timur Sungai Progo ke utara sampai Gunung Merapi.
(dhn/dhn)
0 komentar:
Posting Komentar