Jakarta - Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang yang memenangkan PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH) disesalkan. PT BMH dinilai pemerintah sebagai salah satu yang bertanggung jawab di kasus kebakaran hutan di Sumatera.
Atas penilaian itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menuntut PT BMH mengganti Rp 7,9 triliun. Tapi apa daya, tuntutan ini kandas.
"Putusannya sangat mengecewakan," kata peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Raynaldo Sembiring, dalam siaran pers yang diterima detikcom, Jumat (1/1/2016).
Majelis Hakim yang diketuai Parlas Nababan dengan hakim anggota Eliwaty dan Sudjito memutuskan PT BMH tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang didalilkan oleh KLHK. Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa kerusakan pada tanah, hilangnya biodiverditas dan lepasan karbon dan emisi, tidak cukup dibuktikan oleh KLHK.
"Sekali pun majelis hakim telah melakukan kunjungan lapangan ke lokasi, pertimbangan majelis hakim sangat lemah mengenai kerugian lingkungan akibat kerusakan lahan," ujar Ray.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim terlihat tidak memahami mengenai penegakan hukum lingkungan.
"Saya bisa memahami bahwa mungkin saja ada beberapa dalil yang tidak dapat dibuktikan, namun putusan ini sangatlah membunuh rasa keadilan. Majelis Hakim abai dan sangat tidak sensitif akan dampak dari perbuatan PT BMH. Putusan ini menunjukan betapa pentingnya sebuah perkara lingkungan hidup ditangani oleh hakim bersertifikat lingkungan," beber Raynaldo.
Nada kecaman juga datang dari Direktur Eksekutif ICEL Henri Subagiyo yang menyebutkan bahwa putusan ini menunjukan ketidakmampuan hakim dalam menangani perkara lingkungan hidup.
"Putusan ini tentunya sangat mengecewakan, Majelis Hakim seolah-olah menutup mata dengan kerusakan yang diakibatkan oleh PT BMH. Kerugian sudah jelas, dan sudah ada rambu-rambu ilmiah utk menentukan kerugian dalam Permen LH, yang sudah digunakan KLHK, namun majelis hakim membuat kriteria sendiri yang tidak ilmiah, menihilkan emisi serta dampak terhadap keanekaragaman hayati sama sekali. Majelis Hakim sedari awal gagal menentukan beban pembuktian dan standar pembuktian, lalu muncullah putusan ini," papar Henri.
Atas putusan ini, KLHK telah menyatakan banding. Oleh sebab itu, saat ini KLHK memerlukan dukungan publik untuk 'bertarung' di tingkat banding. PT BMH adalah perusahaan pengelola kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bahan baku kertas (pulp) di Ogan Komering Ilir. Namun gugatan itu ditolak oleh PN Palembang dalam sidang terbuka, Rabu (31) kemarin.
"Publik saat ini menunggu langkah nyata pengadilan dalam mewujudkan keadilan lingkungan di Bumi Sriwijaya," pungkas Henri.
(asp/tor)
0 komentar:
Posting Komentar