Masyarakat Harus Jeli, Parpol yang Banyak Kasus Korupsi Jangan Dipilih
Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat terdapat 52 kader parpol yang terjerat kasus korupsi. Masyarakat diminta lebih jeli memilih parpol pada pemilu 2014.
"Betul, masyarakat harus jeli. Salah satu indikatornya ya jangan pilih partai yang kadernya walaupun satu tersangkut korupsi," ujar peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Apung Widadi dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (29/12/2012).
Apung mengatakan karena korupsi itu sistemik, pasti ada rangkaian dan jaringan diinternal partai untuk korupsi. Maka hal itu akan terkonfirmasi jika ada kader parpol yang ketangkep.
"Ketika proses hukum tidak menjamin hukuman yang tinggi buat koruptor. Ya, hukumnan sosial dan hukuman politik yang perlu dikuatkan dan digalakkan," imbuhnya.
Dalam catatan Apung, pada tahun 2012 banyak kasus korupsi politik yang diduga bermuara untuk pendanaan partai, misalnya kasus Hambalang dan Wisma Atlet yang diduga mengalir ke kongres PD. Selain itu ada kasus Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) yang diduga mengalir ke partai politik di parlemen.
"Nah, kecenderungannya 2013 akan meningkat," imbuhnya.
Parpol jelang pemilu 2014 pada tahun 2013 nanti dilarang menjadi benalu APBN untuk pendanaan politiknya. Jangan korupsi untuk dana kampanye. Sebab hal itu sama saja menginjak-injak harkat martabat rakyat dan anggaran rakyat malah dibajak untuk merebut kekuasaan kembali.
"Kalau mau pemilu demokratis dan setara, serta kualitas demokrasi yang bagus akuntabel, jangan kotori dengan uang hasil korupsi. Hukuman paling setimpal jika partai tetap korupsi yaitu, jangan pilih mereka. Agar jangan sampai berkuasa dan menjadi predator anggaran dikemudian hari," tutupnya.
Sebelumnya ICW merilis jumlah kader parpol yang terlibat kasus korupsi. Kader Partai Golkar menempati urutan pertama dari daftar kader parpol yang terjerat korupsi sepanjang tahun 2012 ini (14 kader). Posisi kedua ditempati kader dari Partai Demokrat (10 kader). Posisi ketiga ditempati PDIP dan PAN dengan total 8 kader yang terlibat korupsi. Kemudian PKB (4 kader), Gerindra (3 kader) PKS dan PPP (2 kader).
"Betul, masyarakat harus jeli. Salah satu indikatornya ya jangan pilih partai yang kadernya walaupun satu tersangkut korupsi," ujar peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Apung Widadi dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (29/12/2012).
Apung mengatakan karena korupsi itu sistemik, pasti ada rangkaian dan jaringan diinternal partai untuk korupsi. Maka hal itu akan terkonfirmasi jika ada kader parpol yang ketangkep.
"Ketika proses hukum tidak menjamin hukuman yang tinggi buat koruptor. Ya, hukumnan sosial dan hukuman politik yang perlu dikuatkan dan digalakkan," imbuhnya.
Dalam catatan Apung, pada tahun 2012 banyak kasus korupsi politik yang diduga bermuara untuk pendanaan partai, misalnya kasus Hambalang dan Wisma Atlet yang diduga mengalir ke kongres PD. Selain itu ada kasus Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) yang diduga mengalir ke partai politik di parlemen.
"Nah, kecenderungannya 2013 akan meningkat," imbuhnya.
Parpol jelang pemilu 2014 pada tahun 2013 nanti dilarang menjadi benalu APBN untuk pendanaan politiknya. Jangan korupsi untuk dana kampanye. Sebab hal itu sama saja menginjak-injak harkat martabat rakyat dan anggaran rakyat malah dibajak untuk merebut kekuasaan kembali.
"Kalau mau pemilu demokratis dan setara, serta kualitas demokrasi yang bagus akuntabel, jangan kotori dengan uang hasil korupsi. Hukuman paling setimpal jika partai tetap korupsi yaitu, jangan pilih mereka. Agar jangan sampai berkuasa dan menjadi predator anggaran dikemudian hari," tutupnya.
Sebelumnya ICW merilis jumlah kader parpol yang terlibat kasus korupsi. Kader Partai Golkar menempati urutan pertama dari daftar kader parpol yang terjerat korupsi sepanjang tahun 2012 ini (14 kader). Posisi kedua ditempati kader dari Partai Demokrat (10 kader). Posisi ketiga ditempati PDIP dan PAN dengan total 8 kader yang terlibat korupsi. Kemudian PKB (4 kader), Gerindra (3 kader) PKS dan PPP (2 kader).
detik.com
0 komentar:
Posting Komentar