Selasa, 22 November 2016

Didakwa Makar dan Nistakan Agama, Ahmad Musadeq Cs Terancam 20 Tahun Penjara


Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Timur menggelar sidang Ahmad Musadeq dan dua petinggi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Mereka didakwa pasal penisataan agama dan makar dengan ancaman hukuman puluhan tahun penjara.

Dalam persidangan kali ini, Ketua majelis hakim Mohamad Sirad mendengarkan replik jaksa penutut umum, Abdul Rauf dari Kejaksaan Negeri Cibinong. Sementara ketiga terdakwa sendiri mendapat pendampingan hukum dari LBH Jakarta, Pratiwi Febri.

Dalam replik jaksa melihat tiga keberatan yang diajukan oleh dari kuasa hukum Ahmad Musadeq Cs tidak beralasan. Secara garis besar dalam eksepsi, kuasa hukum mereka melihat surat dakwaan penuntut umum prematur, kemudian ketidak cermatan dakwaan terhadap terdakwa satu dan dua, serta syarat materil dalam dakwaan. 

Sementara penuntut umum sendiri melihat bahwa dua pasal yang disangka yakni dugaan makar dan penistaan agama telah memenuhi unsur hukum pidana. Oleh karena itu jaksa meminta hakim untuk menolak keberatan yang diajukan penasehat hukum para terdakwa. 


"Ada dua pasal, jadi dakwaan akumulatif yaitu dakwaan ke satu yang dikenal dengan penodaan agama, dan dakwaan kedua tentang perbuatan makar atau menggulingkan pemerintahan," ujar Rauf usai persidangan di PN Jaktim, Jalan Dr Soemarno, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (22/11/2016).


"Oleh karena itu dakwaan akumulatif, kami harus dapat membuktikan kedua-duanya," sambungnya.

Sebagaimana diketahui dalam pasal penistaan agama ancaman hukumannya 5 tahun penjara, sementara dalam pasal dugaan makar ancamannya 15 tahun penjara. Lantaran dakwaan Ahmad Musadeq Cs ini akumulatif, maka mereka terancam hukuman 20 tahun penjara. 


Sementara kuasa hukum dari LBH Jakarta, Pratiwi Febri melihat bahwa dalam replik yang disampaikan penuntut umum malah memperkuat eksepsi yang diajukan. Namun dalam keberatannya penuntut umum menggunakan diskresi.

"Dalam keberatannya justru jaksa mengamini, namun kejaksaan menggunakan diskresi dalam hal ini, Itu argumentasinya. Dan tadi mengambil contoh peraturan lalu lintas soal lampu merah, itukan soal lalu lintas dan ini soal kriminalisasi. Itu dua hal yang berbeda, dalam kriminalisasi tidak dapat melakukan diskresi," papar Pratiwi.


Selain itu keberatan jaksa, kata Pratiwi juga mengamini soal ketidakcermatan dalam dakwaan terhadap kliennya. Penuntut umum dianggap gagal mengguraikan aktor intelktual.

"Justru pada keberatan hari ini penuntut umum membantah surat dakwaannya sendiri. Dalam dakwaan ketiganya adalah pengikut dan pemimpin, tapi hari ini penuntut umum mengatakan ada tingkatan berbeda terdakwa 1 sebagai pemimpin, terdakwa dua sebagai pembentuk organisasi, dan terdakwa ketiga sebagai pengikut jadi tidak konsisten lagi," pungkasnya.


Sidang sendiri akan dilanjutkan minggu depan pada tanggal 1 Desember dengan agenda putusan sela dan duplik dari kuasa hukum ketiga terdakwa. 
(edo/jor)

0 komentar:

Posting Komentar