Rabu, 16 November 2016

Luar Biasa! Surat Terbuka Muslimah Ini dengan Cerdas Tampar Keras MUI dan FPI soal Kasus Penistaan Agama


Vivanusa.com - Seperti yang kita ketahui sebelumnya kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok sudah mulai di ujung tanduk dan dalam 2 minggu kedepan akan diketahui apa hasilnya. Namun sambil menunggu itu semua, mari kita baca sedikit surat dari seorang Kandidat PhD USyd Australia yang bernama Meilanie Buitenzorgy.

Tulisannya cukup panjang dan jelas, ditulis dalam laman Kompasiana dan tak lupa mencantumkan berbagai sumber data yang diambilnya.

Untuk lebih jelasnya silahkan simak surat terbukanya untuk Ahok dibawah ini :

Dear Ahok,

Apakabar lo hari ini?

Langsung saja Hok. Sebetulnya, tidaklah sulit membuktikan bahwa elo gak salah dalam kasus dugaan penistaan agama di Pulau Seribu. Ada banyak bukti bahwa elo gak bisa disalahkan secara hukum. Bukti-bukti ini bahkan akan menampar pihak-pihak yang sekarang sedang mendiskreditkan elo.

Pihak-pihak tersebut mem-framing seolah-olah dalam pidato itu, elo sedang menafsirkan Al Maidah 51.

Padahal, ketika elo mengatakan “…. Bapak-Ibu dibohongi pakai Al Maidah 51…..”, sesungguhnya elo hanya sekedar menyampaikan FAKTA, bukan menafsirkan ayat. Fakta bahwa Al Maidah 51 memang hanya digunakan sebagai alat kepentingan politik oleh Parpol-parpol Islam. Fakta bahwa di berbagai daerah di pelosok Indonesia, bahkan di daerah mayoritas muslim, parpol-parpol Islam malah mengusung, bahkan memenangkan calon-calon kepala daerah non-Muslim melawan kandidat-kandidat Muslim. Ini bukti-buktinya:

1) Tahun 2012, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tega-teganya mengusung dan sukses memenangkan pasangan cagub-cawagub Cornelis (petahana) dan Christiandy Sandjaya, keduanya Nasrani, di Pilgub Kalimantan Barat yang mayoritas penduduknya (59%) beragama Islam. Sumber

2) Tahun 2015, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) nekad mengusung dan memenangkan seorang PENDETA Nasrani-Tionghoa, Thes Hendrata, di pilbup Kabupaten Kepulauan Sula yang mayoritas penduduknya (96.94%) beragama Islam. Dua pasang kandidat lawannya seluruhnya beragama Islam. Sumber 1 dan 2

3) Tahun 2015, PKB mengusung dan memenangkan Danny Missy (Nasrani) di pilbup Halmahera Barat (Nasrani 59.15%, Islam 40.73%). Sumber

4) Tahun ini, PKS, PAN dan PBB mengusung Paulus Kastanya (Nasrani) di pemilihan walikota Ambon (Nasrani 48%, Islam 34%). Sumber

Keempat kasus ini hanyalah contoh yang bisa gw bantu telusuri di internet, faktanya mungkin lebih banyak lagi kasus parpol Islam mengusung calon non-Muslim di Pilkada.

Kenapa Al Maidah ayat 51 tidak disebut di panggung saat para ustadz dari parpol-parpol Islam mengkampanyekan calon-calon non-Muslim tersebut? Kenapa FPI tidak mengerahkan demonstrasi untuk menentang naiknya Nasrani yang akhirnya menang menjadi Gubernur Kalbar, Bupati Sula dan Bupati Halmahera Barat? Tanya kenapa?

Karena, Al Maidah 51 hanya berlaku buat elo, Hok. Spesial pake telor buat ELO. Lo harus terima kenyataan pahit ini.

Tentu saja, inkonsistensi parpol-parpol dan ormas-ormas Islam ini telah mempermalukan kami, umat Islam Indonesia secara keseluruhan di mata pemeluk agama lainnya, termasuk elo.

Bahkan, kalau mau jujur, inilah contoh penistaan Al Maidah 51 yang sesungguhnya. Ayat Al-Quran digunakan semata-mata untuk kepentingan politik dan menjatuhkan lawan politik. Sungguh mengherankan, MUI sama sekali tidak ambil pusing dengan penistaan kelas wahid ini. Yang mereka permasalahkan cuma sebaris kalimat kesrimpet elo, Hok. MUI tutup mata dengan penistaan Islam dan Quran yang dilakukan oleh kalangan internal Islam sendiri.

Fakta inkonsistensi penerapan Al Maidah ayat 51 inilah yang terekam dalam alam bawah sadar lo, hingga memicu keluarnya kalimat kontroversial dari mulut ember lo, yang memicu Aksi 4 November itu. Betul tidak?

Nah, sebagai anak bangsa, elo kan punya HAK untuk menyampaikan FAKTA. Betul tidak?

Dan tidak ada satu pun pasal UU yang bisa menghukum seseorang yang menyampaikan FAKTA.

Anyway, kesalahan elo adalah, elo menyatakan fakta itu dalam kapasitas elo sebagai pejabat publik, bukan sebagai anak bangsa biasa.

Dalam hal ini, sebenarnya kesalahan elo hanya sebatas pelanggaran etika pejabat publik. Saat elo minta maaf secara tulus kepada umat Islam, berkali-kali dalam berbagai kesempatan baik melalui media cetak dan elektronik, maka seharusnya masalah sudah selesai. Setidaknya buat gw dan banyak saudara-saudara gw sesama Muslim.

Masalahnya, saudara-saudara Muslim gw yang lain punya sifat lebay tingkat dewa. Dan sekali lagi, kelebayan sodara-sodara gw ini hanya berlaku wa bil khusus buat elo seorang. Ya, ELO. Sewaktu SBY menyebut Lebaran Kuda, mereka santai saja tuh. Padahal SBY melekatkan hari suci umat Islam dengan binatang. Coba kalau yang ngomong Lebaran Kuda tuh
elo?

Bahkan, sodara-sodara gw yang lebay ini pun hanya sekedar protes, bukannya demo besar-besaran, waktu Ahmad Dhani menginjak-nginjak lafazh Allah pada siaran live konser Dewa 19 di Trans TV, tahun 2005 lalu. Aksi menginjak-injak lafazh Allah itu cuma satu dari serangkaian aksi penistaan agama Islam ala Ahmad Dhani. Dia juga pakai lafazh Allah di sampul album Dewa, dan memakai semacam tattoo dengan background lafazh Allah di dada telanjang para personel Dewa untuk keperluan promo album mereka.

Padahal, aksi semacam inilah --menginjak, merobek, membakar simbol-simbol agama—yang justru nyata-nyata penistaan agama, kata Kapolri Tito. Gak perlu di-review pakai ahli ini itu, bisa langsung ditangkap.

Coba kalo elo yang beraksi injak lafazh Allah, gw gak berani bayangin apa yang terjadi.

Dan yang lebih aneh bin ajaib, di kasus tersebut, MUI bukannya menjatuhkan fatwa penistaan agama kepada Ahmad Dhani, tapi malah meng-islahkan Dhani dan FPI yang sempat memperkarakan Dhani ke polisi. Bayangkan!

Begitulah standar ganda tingkat dewa ala MUI. Dhani menginjak-injak lafazh Allah dihadiahi islah, elo kesrimpet satu kalimat diganjar fatwa penistaan agama. Untuk penistaan senyata itu, Dhani cukup meminta maaf, sementara sebaris kalimat lo, diganjar demo ratusan ribu ummat di seluruh pelosok Indonesia.

Dhani di-islahkan, sementara elo di-tabayyun-kan pun tidak. Ada apa dengan MUI? Sumber 1 dan 2.

Dan sebagai “mantan” penista Islam, Ahmad Dhani malah diberi panggung istimewa untuk menistakan Presiden RI di aksi 4 November 2016. Video

Fyi Hok, in case lo belum tau, sehari setelah Buni Yani mem-viral-kan video editan pidato lo, ketua MUI Ma’ruf Amin dalam kapasitas sebagai Rais Aam NU menyatakan dukungan NU pada pasangan Agus-Silvi. Apa hubungannya sama ember? Ya meneketehe? Namanya juga fyi. For your information. Sumber 1dan 2.

Doakan saja Hok, ulama-ulama sepuh NU bersedia turun gunung men-challenge fatwa MUI. Fatwa yang gegabah dan belum tentu benar, tegas Buya Syafi’I Maarif di ILC semalam. Ini bukan lagi sekedar soal Ahok. Ini soal menegakkan kebenaran dan keadilan.

Hok,
Ini gw kasih tau lo bukti lain, yang bisa lo gunakan buat argumen bela diri. Saat ini sedang beredar viral di dunia maya video dakwah Habib Rizieq yang mengatakan “Dia (ulama bejat) nipu umat pakai Ayat Quran. Dia nipu umat pakai Hadis Nabi” (Sumber). Jelas dong Hok, ini sudah menunjukkan bahwa kalimat “…. bohong/nipu pakai ayat/Quran/Hadits…” adalah kalimat yang sangat biasa dan bisa diucapkan oleh siapa saja. Termasuk elo dan Habib Rizieq. Kalimat elo maupun Habib Rizieq secara substantif tidak ada bedanya dengan kalimat yang sering diucapkan oleh masyarakat luas: “oleh Dimas Kanjeng, jamaah padepokan dibohongi pakai Ayat-ayat Quran”.

Itu sudah. Lo tinggal suruh team pengacara lo cari bukti di KPUD, dokumen dukungan parpol-parpol Islam terhadap kandidat-kandidat non muslim di berbagai pilkada. Inilah bukti nyata bahwa omongan lo “…. Bapak Ibu dibohongi pakai Al Maidah 51” adalah FAKTA. Tidak ada satu pasal hukum pun yang melarang anak bangsa ini bicara FAKTA. Video “pakai ayat Quran” ala Habib Rizieq bisa jadi bukti pelengkap. Kasus pengislahan Ahmad Dhani oleh MUI bisa jadi semacam “bukti yurisprudensi”.

Dan poin fatwa MUI bahwa elo telah menistakan ulama, adalah another bukti nyata kegegabahan MUI. Dalam pidato lo sama sekali tidak ada kata ulama. Bagaimana bisa MUI menafsirkan “orang” dalam pidato lo sebagai “ulama” tanpa meminta klarifikasi elo sama sekali?

Hok,
Kasus elo adalah ujian terbesar yang dihadapi oleh bangsa ini sejak reformasi 1998. Inilah ujian kenaikan kelas kita dalam berdemokrasi. Bahwa elo menjadi tokoh sentral dalam ujian ini, adalah takdir Allah SWT. Apa pun hasilnya, bangsa kita naik kelas atau gagal, nama lo akan tercatat dengan tinta tebal dalam sejarah bangsa ini.

Hok,
Lo jangan ge-er. Gw tidak sedang membela elo. Sesungguhnya gw sedang membela kebenaran, keadilan dan memperjuangkan kembalinya akal sehat ke republik ini. Dan kita sama-sama berjuang, agar NKRI tak dicaplok oleh sekelompok kecil umat yang bercita-cita mengganti dasar negara Pancasila. Gw punya kepentingan, elo punya kepentingan, mari kita saling memanfaatkan.

Hok,
Jika nanti elo berhasil lolos dari perkara pelik ini, bahkan jika elo berhasil memenangkan Pilkada DKI Jakarta, hanya satu pesan gw: JAGA MULUT LO. Ini gw ngomong pake toa, Hok. Please. Kalo perlu, lo gak usah ngomong. Soal ngomong, lo serahin aja sama Aa Djarot. Urusan lo kerja-kerja-kerja, beresin Jakarta. Buatlah ibukota menjadi sekeren Tokyo. Walaupun untuk itu, gw harus korbankan kepentingan gw sendiri: kebutuhan rutin gw menyaksikan segala celoteh gokil lo yang lebih parah dari Cak Lontong. It was so entertaining liat lo petantang-petenteng ngomong semacam “emangnya ini duit nenek lo”. Gw rela kehilangan itu semua Hok, rela……

Namun, jika elo harus jadi tumbal dari ujian ini, gw sudah menyiapkan stelan hitam-hitam terbaik gw. Untuk gw kenakan saat gw memberi penghormatan terakhir buat lo, seraya memandang sendu langit kelabu. Karena saat itu, gw harus menerima kenyataan, bahwa bangsa ini tidak lolos ujian kenaikan kelas berdemokrasi. Dengan senyum getir, gw dan ratusan juta anak bangsa ini, akan selalu mengenang, bahwa Bangsa besar ini pernah punya seorang martir bernama AHOK.  


Source liputanberita.net

0 komentar:

Posting Komentar