Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), segera merampungkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Bank Tanah, rencananya peraturan ini akan selesai pada awal 2017 mendatang.
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil mengatakan saat ini pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan, namun sangat disayangkan Negara tidak memiliki tanah. Padahal berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 tertulis bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Kita sedang membangun, tapi Negara tidak punya tanah, mau bikin kawasan industri tidak punya tanah. (Karena itu) Bank tanah akan kita lahirkan," ujarnya, dalam keterangannya, Jumat (18/11/2016).
Menurut Sofyan, banyak bank tanah yang dikuasai oleh perusahaan properti swasta. Maka dari itu dengan adanya lembaga bank tanah milik pemerintah, secara otomatis pemerintah dapat mengontrol harga tanah sehingga masyarakat kecil bisa memiliki akses untuk membeli rumah dengan harga terjangkau. "Dalam waktu yang tidak lama peraturan pemerintah untuk membuat bank tanah bisa keluar. Awal Januari 2017 sudah terbentuk PP-nya," kata Sofyan.
Tenaga Ahli Menteri, Himawan Arief Sugoto, menambahkan PP tentang Bank Tanah juga dibutuhkan untuk menjamin kesediaan tanah pada program nasional pemerintah. Selain itu keberadaan Bank Tanah juga dapat mengendalikan fluktuasi harga tanah di pasar dan pengendalian kekuasaaan. "Banyak pelaku usaha yang menguasai tanah sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki aset. Bank tanah menyeimbangkan sehingga mereka juga bisa menguasai aset," ujar Himawan.
Lebih lanjut ia menyorot bagaimana kondisi kenaikan harga rumah di Indonesia yang saat ini telah mencapai kisaran 200% setahun. Intervensi pasar yang dilakukan pemerintah dengan menyediakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga rendah juga belum mampu mendorong daya beli masyarakat, sehingga banyak yang kesulitan memiliki rumah.
"Pemerintah tidak bisa mengendalikan harga konstruksi. Dari posisi suplai yang bisa dipastikan adalah harga tanah. Bank Tanah diperlukan untuk mengendalikan harga tanah, sehingga harga rumah lebih baik," jelas mantan Direktur Utama Perum Perumnas tersebut.
Foto: Istimewa |
Bank tanah nantinya akan menginventaris lahan-lahan milik pemerintah pusat dan daerah yang tidak terpakai. Pemerintah juga akan mengidentifikasi tanah yang telah berubah peruntukannya seperti tanah perkebunan yang telah beralih fungsi menjadi pemukiman ataupun tanah Hak Guna Bangunan/Hak Guna usaha yang telah berubah fungsi.
"Lahan-lahan yang idle tidak terpakai akan ditempatkan dalam sebuah wadah. Perubahan HGU atau HGB juga peluang untuk sebagian menjadi bank tanah," kata Himawan.
Akselerasi Sertifikasi Hak Atas Tanah
Kementerian ATR/BPN baru saja menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2016/2017 yang berlangsung pada 14-16 November 2016 dengan tema 'Budayakan Etos Kerja Cerdas, Cermat, dan Kreatif dengan Filosofi Senang Memudahkan'. Selama tiga hari, seluruh jajaran pejabat Kementerian ATR/BPN termasuk Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan seluruh Indonesia melakukan evaluasi program dan kegiatan tahun 2016 serta merumuskan strategi percepatan pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2017.
Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, M. Noor Marzuki, menuturkan tahun 2017 sasaran kinerja Kementerian ATR/BPN akan meningkat secara akseleratif menjadi lima kali lipat dari tahun sebelumnya, yakni dari target pendaftaran tanah 1 juta sertifikat di tahun 2016 menjadi 5 juta sertifikat di 2017. Karena itu pemerintah telah mengidentifikasi hambatan serta melakukan terobosan untuk melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematis.
Dari segi pembiayaan, dari target 5 juta sertifikat, hanya 2 juta bidang tanah yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Noor Marzuki menjelaskan, pembiayaan untuk sisa 3 juta lainnya didapat melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), investor melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan sumber dana lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara untuk hambatan kekurangan petugas ukur, Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 33 Tahun 2016 tentang Surveyor Kadaster Berlisensi yang memberikan kewenangan kepada perorangan ataupun Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi berbentuk firma untuk menerima pekerjaan langsung dari Kementerian ATR/BPN atau dari masyarakat.
"Soal petugas ukur, kita akan melakukan swastanisasi, permen sudah diterbitkan," jelas Noor Marzuki.
Terakhir untuk Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang menjadi tanggungan masyarakat dalam membuat sertifikat, Noor Marzuki menjelaskan, pihaknya telah menyiapkan sistem 'BPHTB Terutang' di mana masyarakat tetap bisa mendapatkan sertifikat meskipun belum membayar BPHTB. "Nanti akan tertulis (di sertifikat) BPHTB terutang, sewaktu-waktu mau dijual atau digadaikan harus dilunasi dulu," kata dia.
Komitmen Jalankan Reforma Agraria
Kementerian ATR/BPN terus berkomitmen untuk menjalankan Reforma Agraria 9 juta hektar seperti yang sudah tertera pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN, Yuswanda A. Temenggung, menuturkan pemberian tanah kepada masyarakat dilakukan dalam dua skema besar yakni penataan kembali sektor pertanahan melalui legalisasi aset seluas 4.5 juta hektar dan penyediaan akses tanah melalui redistribusi tanah seluas 4.5 juta hektar.
Untuk legalisasi aset, lanjut Yuswanda, bersumber dari 600 ribu hektar tanah transmigrasi yang belum bersertifikat dan 3,9 juta hektar bidang tanah yang secara berkala akan disertifikasi yakni 5 juta bidang tanah di tahun 2017, 7 juta bidang tanah di tahun 2018, 9 juta bidang tanah di tahun 2019. "Ini di-breakdown dalam skema legalisasi aset," jelasnya.
Sementara untuk Redistribusi tanah didapat dari 400 ribu hektar tanah terlantar dan tanah Hak Guna Usaha yang telah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang serta 4,1 juta hektar dari pelepasan kawasan hutan. "Ini skema sampai 2019 saat ini sedang di-exercise bersama dengan Kementerian Kehutanan," imbuh Yuswanda. (wdl/wdl)
detik
0 komentar:
Posting Komentar